Pak Soenarto (53 tahun) pernah berfikir tidak akan pernah lagi duduk di jok motor Harley Davidson miliknya karena kondisi jantung yang bermasalah. Pembesaran pada otot jantung disertai penyumbatan diarteri koroner membuatnya harus vakum dari aktivitas normal, banyak hal yang harus ditinggalkan karena melemahnya kondisi jantung bapak berdarah jawa ini. Rasa nyeri didada bagian kiri bahkan tembus kepunggung acapkali menyiksanya, napas pun menjadi berat, kondisi pak Narto pun melemah; dilarikan kerumah sakit terdekat di Jakarta selatan, dan tanggal 8 Februari 2011 dokter menyatakan “MI” / infarksi miokardial atau yang biasa dikenal serangan jantung. “MI” sendiri adalah peristiwa penyakit arteri koroner paling buruk. Kondisi ini merupakan akibat dari mampetnya satu atau lebih arteri koroner. “MI” terjadi ketika aterosklerosis yang hebat menyumbat pembuluh darah, oleh karenanya mengganggu sirkulasi darah melalui arteri koroner yang melayani wilayah otot jantung. Konsekuensinya, serangan jantung dimanifestasikan oleh jaringan yang mati pada sebagian otot jantung. Setelah melewati beberapa pemeriksaan medis; EKG, echo dan lain-lain, beliau pun harus masuk ICU, esoknya situasi itu pun kembali; terjadi serangan kedua. Karena kondisi semakin buruk dokter pun merujuk pak Soenarto kerumah sakit besar di Jakarta pusat. Akhirnya dipasang dua stent / ring dan dibalon. Proses selesai beliau pun kembali dirawat inap untuk pemulihan dirumah sakit semula. Melihat kondisi pak Soenarto makin baik dokter pun menyarankan untuk berobat jalan.
Tiap bulan bapak dengan dua putra ini pun selalu cek up kerumah sakit, obat-obatan pun harus diminum seumur hidup. Pada bulan ketiga pasca pemasangan ring dan balon dirasakan hal serupa seperti saat beliau belum diring, dada kiri sakit tembus kepunggung, ada rasa cemas, susah tidur dan lain-lain. Akhirnya dokter pun menyarankan untuk menambah jumlah ring, tapi setidaknya menunggu hingga sampai enam bulan pasca pemasangan ring terdahulu, itu artinya baru bisa dilakukan tiga bulan lagi. Karena tidak tahan dengan sakitnya, pak Soenarto dan keluarga pun mencari cara lain. Masih ditahun yang sama dibulan Mey, beliau melihat tayangan pengobatan alternative dengan metode lintah dan herbal ditelevisi. Merasa jenuh dan mual karena terus-menerus menkonsumsi obat-obatan yang beragam akhirnya diputuskan untuk mencoba terapi lintah dan herbal diklinik ‘Hirudo’. Tanggal 14 May 2011, beliau datang ke ‘Hirudo’, tekad dan harapan dititipkan pada klinik herbal tersebut. Bukan hal yang mudah untuk bersentuhan langsung dengan lintah yang terkesan menjijikan dan ekstrim untuk sebagian orang, tapi prasangka itu pun tidak berlangsung lama. Ada rasa dingin didada bagian kiri, napas pun jadi sedikit lebih lega ketika proses terapi berjalan. Terlebih keesokan harinya setelah penggunaan herbal beberapa gelas, kondisi semakin membaik, tapi walau demikian pak Soenarto belum boleh beraktifitas secara berlebih.
Setelah hampir dua bulan menjalani terapi lintah dan herbal, banyak perubahan positif yang didapat, bahkan tanpa disadari ketika atap rumah mengalami kebocoran, beliau dengan mudahnya naik keatap untuk melihat kondisi bocor pada genting rumahnya, kebetulan tukang kebun yang biasa digunakan jasanya untuk perbaiki genting yang retak sedang tidak ada, jadi dengan percaya dirinya pak Soenarto naik keatap dan mengganti genting yang rusak. Ada kebanggaan tersendiri bagi pak Soenarto karena bisa kembali menjalankan perannya sebagai laki-laki sejati karena mampu melindunggi keluarga dengan baik, setelah dua bulan beliau pun tidak lagi menggunakan herbal dan terapi karena dinyatakan telah pulih. Ada lagi yang lebih membahagiakan” tuturnya disela-sela wawancara dengan televisi swasta yang kebetulan saat itu sedang live dalam acaranya yang bertajuk kesehatan dalam pengobatan alternative. “saya bahagia karena bisa melepas kerinduan untuk mengendarai motor Harley kesayangan saya” begitu tuturnya diakhir acara pada televisi swasta Jakarta.